Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Nusantara    
Perppu
Pakar Ingatkan Penegak Hukum terkait UU Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pandemi Covid-19
2021-05-05 15:14:28
 

Pakar dan praktisi hukum yang juga Direktur Eksekutif Academic Training Legal Sistem (ATLAS) Miartiko Gea.(Foto: Istimewa)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Pakar dan praktisi hukum Miartiko Gea mengingatkan para penegak hukum untuk benar-benar mencermati Perppu Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), yang telah ditetapkan sebagai Undang-Undang nomor 2 tahun 2020.

Miartiko yang juga Direktur Eksekutif Academic Training Legal Sistem (ATLAS) itu terutama meminta para penegak hukum mempelajari dengan cermat Pasal 27 ayat 1 , 2 dan 3 dari aturan hukum tersebut.

Dalam siaran persnya, Miartiko yang juga merupakan Koordinator Nasional Sipil Peduli Demokrasi (Kornas PD) itu mewanti-wanti penegak hukum untuk tidak meluputkan hal-hal sangat penting yang mendasari dan menjiwai turunnya Perppu dan Undang-Undang tersebut.

"Pada pasal dan ayat tersebut dikatakan bahwa biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis," ujar Miartiko.

"Jelas pula dikatakan bahwa hal itu bukan merupakan kerugian negara," imbuh dia.

Karena itu, kata Miartiko, dengan ruh kebijakan tersebut, yakni mengurangi sebanyak mungkin dampak akibat terjadinya pandemi Covid-19, serta agar para pelaksana memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan atau sasarannya (doelmatigheid) daripada sesuai dengan hukum yang berlaku (rechtmatigheid), para pelaksana tidak dapat dituntut.

"Coba kita lihat Perppu No. 1/2020 pada Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi “Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Miartiko.

Menurut dia, jelas bahwa pasal tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa para pejabat pengambil kebijakan pengadaan barang dan jasa sampai pada pejabat pelaksana pengadaan tidak dapat dituntut secara perdata dan pidana jika memiliki itikad baik, antara lain tidak menerima suap dan kick back dari proses pengadaan tersebut.

"Bahkan perlindungan terhadap pejabat pada Perppu No. 1 tahun 2020 diperkuat dengan pasal 27 ayat 3-nya yang menegaskan tidak dapat juga digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara," ucap dia.

Miartiko bahkan menjelaskan lebih detail. Menurut dia, jika ada suatu kasus pengadaan barang yang dilakukan dalam kondisi darurat seperti saat ini, dengan harga tinggi dan di atas harga yang berlaku sebelum pandemi, hal itu pun merupakan kewajaran dalam kondisi kedaruratan.

"Kalau menunggu harga normal baru melakukan pengadaan, artinya korban akan jatuh bergelimpangan. Karena itu, agar tidak terjadi, harus segera dilakukan pengadaan secepatnya. Inilah esensi dari dikeluarkannya Perppu no. 1 Tahun 2020 dan UU no 2 tahun 2020. Itu sangat selaras dengan adagium hukum, Salus Populi Suprema Lex Esto, atau keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi," tungkas dia.

Ia mencontohkan harga masker, sebelum dan sesudah pandemi. Jika sebelum pandemi hanya berharga Rp 35 ribu per kotak, lalu manakala pandemi harganya melangit hingga mencapai Rp 500 ribu per kotak. "Bahkan saat mulai mereda pun harga untuk merek ternama tersebut hanya turun sampai Rp 150 ribu, masih jauh di atas harga normal sebelum pandemi," tegasnya.

Artinya, jika Perppu No. 1/2020 dan UU no 2/2020 tidak diterbitkan, maka tidak ada pejabat yang berani membeli masker, walaupun benda itu termasuk barang yang amat vital dalam kondisi kedaruratan, karena dikhawatirkan dianggap terlalu mahal dan bisa diasumsikan terjadi korupsi atau mark-up harga.(bh/mos)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah

Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua

 

ads2

  Berita Terkini
 
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

5 Oknum Anggota Polri Ditangkap di Depok, Diduga Konsumsi Sabu

Mardani: Hak Angket Pemilu 2024 Bakal Bikin Rezim Tak Bisa Tidur

Hasto Ungkap Pertimbangan PDIP untuk Ajukan Hak Angket

Beredar 'Bocoran' Putusan Pilpres di Medsos, MK: Bukan dari Kami

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2